menarik

Tindik dan Telinga Panjang Suku Dayak

Posted on Updated on

Suku Dayak memiliki banyak anak sukunya dengan berbagai latar belakang budaya dan adat-istiadatnya. Salah satu yang menarik dari suku Dayak ini adalah para wanitanya memiliki daun telinga yang panjang karena beban berat dari giwang yang dikenakan. Konon semakin panjang daun telinganya dianggap semakin cantik wanita itu.

Kebudayaan menjadi suatu hal yang masih cukup melekat untuk penduduk pedalaman termasuk penduduk suku Dayak. Budaya ini dikenal dengan nama telinga panjang. Karena daun telinga yang menggelambir ke bawah akibat digantungi anting-anting yang cukup berat. Satu daun telinga saja bisa digantungi banyak anting berat yang terbuat kuningan atau logam lainnya.

Kebudayaan telinga panjang ini tidak dilakukan oleh semua penduduk Suku Dayak. Hanya anak suku tertentu saja yang mengenal kebudayaan telinga panjang ini. Seperti Dayak Punan, Dayak Iban dan Dayak Kaayan. Dayak Kaayan mengenal kebudayaan telinga panjang ini dengan nama telingaan aruu.

Image

Pemasangan anting-anting ini berlaku untuk kalangan bangsawan saja khususnya, suku Dayak Kaayan. Pemasangan anting dimulai sejak anak masih bayi, dengan cara menindik telinga. Proses penindikan telinga ini dikenal dengan nama mucuk pening.

Selanjutnya luka bekas tindikan tadi akan mengering dan barulah dipasang benang. Di kemudian hari, benang tadi diganti dengan kayu, sehingga lubang anting semakin lama semakin membesar. Kemudian anting ditambahkan satu-persatu ke telinga. Beban yang terus bertambah berat membuat lubang daun telinga semakin membesar dan telinga terus memanjang. Agar telinga lebih panjang,  pada Dayak Kaayan biasanya memberikan pemberat logam berbentuk lingkaran seperti gelang atau berbentuk gasing dengan ukuran yang kecil. Dengan adanya pemberat ini, maka daun telinga akan memanjang hingga beberapa senti meter.

Meskipun Dayak Iban dan Dayak Taman memiliki tradisi memanjangkan telinga namun terdapat perbedaan. Kedua Suku Dayak ini tidak menambahkan pemberat untuk memanjangkan telinga. Pada Dayak Taman pemanjangan telinga tidak hanya dilakukan oleh kaum bangsawan, melainkan pada semua kaum perempuan.

Identitas

Pemanjangan telinga yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki ini sebenarnya memiliki suatu tujuan. Misalnya di kalangan Dayak Kaayan, mereka melakukan pemanjangan telinga sebagai identitas kebangsawanannya. Untuk perempuan, pemanjangan telinga digunakan untuk menunjukan identitas kebangsawanan, sekaligus digunakan sebagai pembeda. Sedangkan di desa-desa yang terletak di hulu Sungai Mahakam memanjangkan telinga dengan tujuan yang berbeda. Mereka melakukan pemanjangan telinga untuk menunjukkan umur seseorang. Bayi yang baru lahir akan diberi manik-manik yang dirasa cukup berat. Selanjutnya, manik-manik yang menempel di telinga tersebut akan terus ditambah setiap tahunnya.

Suku Dayak Iban tidak memberikan pemberat kepada telinganya. Telinga yang telah dilobangi dibiarkan saja hingga terlihat seperti lubang besar yang mirip angka nol dengan cara menyatukan ujung jari telunjuk dengan ujung ibu jari. Bagi Suku Dayak ini, telinga panjang memiliki tujuan lain yaitu untuk melatih kesabaran melalui  adanya berat akibat manik-manik yang menempel pada telinga dan harus digunakan setiap hari. Dengan beban berat di telinga, rasa sabar dan penderitaan pun semakin terlatih.

Selain itu, telinga panjang juga menjadi simbol status sosial wanita Suku Dayak. Mereka meyakini bahwa semakin panjang telinga seorang wanita, maka semakin cantik pulalah wanita tersebut.

Tradisi unik telinga panjang ini kini sudah semakin ditinggalkan. Hanya sebagian kecil warga Suku Dayak yang masih menerapkannya. Rata-rata mereka adalah generasi tua yang telah berusia di atas 60 tahun. Bahkan, sebagian penduduk yang dulunya bertelinga panjang secara sengaja memotong ujung daun telinganya. Alasannya adalah karena dianggap ketinggalan zaman. Mereka juga khawatir anak-anaknya merasa malu jika mereka tetap mempertahankan telinga panjang tersebut.

Menurut antropolog Mering Ngo, saat ini sudah tidak ada lagi generasi muda yang meneruskan kebudayaan telinga panjang ini, bahkan untuk daerah pedalaman Kalimantan. Ada beberapa hal yang berpengaruh dengan mulai punahnya kebudayaan ini : Pertama, memang tak semua anak suku Dayak melakukan tradisi ini. Hanya pada Dayak Kaayan, Iban dan Taman saja. Itupun terbatas kepada kaum wanita dan kaum bangsawan. Selain itu, tradisi ini juga hanya berlaku untuk daerah pedalaman saja. Kedua munculnya anggapan ketinggalan jaman membuat orang-orang yang aslinya memanjangkan telinga secara sengaja berusaha menghilangkan atribut tersebut. Seperti dengan memotong bagian bawah daun telinganya. Bagi para pemerhati budaya, tradisi telinga panjang sudah sampai pada tahap kritis, karena tidak ada lagi penerusnya. (Sumber: http://www.ceritadayak.com)

MANSANA-MANSANA SUKU DAYAK

Posted on Updated on

Image

photo seni musik Dayak by benuadayak.blogspot.com

Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan. Mansana Kayau sendiri merupakan seni musik dari suku Dayak di Kalimantan Tengah. Biasanya dinyanyikan bersaut-sautan dua sampai empat orang, baik perempuan ataupun laki-laki.

Mansana Kayau Pulang ialah kisah yang dinyanyikan pada waktu malam sebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya dengan maksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendam kepada Tambun Bupati yang telah membunuh nenek moyang mereka

Mansana Bandar. Mansana artinya cerita epik yang dilagukan. Bandar ialah nama seorang tokoh yang sangat dipuja dizamannya. Bandar hidup di zaman lewu uju dan diyakini bahwa tokoh Bandar bukan hanya sekedar mitos. Hingga saat ini orang-orang tertentu yang bernazar kepada tokoh Bandar. Keharuman namanya karena pada kepribadiannya yang sangat simpatik dan menarik, disamping memiliki sifat kepahlawanan dan kesaktian yang tiada duanya. Banyak sansana tercipta untuk memuji dan mengagungkan tokoh Bandar ini, namun dengan versi yang berbeda-beda.

Tentang Rumah Betang

Posted on Updated on

Rumah Betang (Huma Betang) merupakan dwelling sekaligus rumah adat nya masyarakat pedalaman suku Dayak, khususnya di Kalimantan Tengah. Rumah Betang dihuni setidaknya 20 kepala keluarga setiap rumahnya. Tak mungkin berdesak-desakan, karena rumah ini didesain memanjang. Bahan pembuatan rumah ini adalah kayu besi yang terkenal kokoh dan kuat. Rumah Betang biasanya dibangun di atas tiang setinggi 5 sampai 8 meter, sedangkan untuk masuk ke dalam rumah menggunakan tangga (tangka) sederhana.

Rumah panjang dikenal dengan nama lain betang atau lamin. Umumnya rumah adat ini terletak di pinggiran sungai dan dibangun di atas tiang yang kokoh agar terhindar dari banjir musiman. Sungai sangat berperan penting bagi kehidupan mereka karena berfungsi sebagai penyedia makanan dan minuman. Selain itu, tentu saja sebagai penghubung ke dunia luar.

Image

Rumah panjang suku Dayak biasanya terdiri lebih dari 50 ruangan dengan banyak dapur yang biasa terlihat berasap, sehingga menjadikannya sebagai salah satu rumah terpanjang yang pernah dibangun. Meskipun rumah panjang tersebut terlihat sangat sederhana namun nyatanya memiliki daya tahan luar biasa karena sebagain besar dibangun berabad-abad lalu.

Rumah Betang dihuni beberapa kepala keluarga yang memiliki kepercayaan masing-masing. Untuk itu, filosofis rumah ini dibuat untuk menggalang kerukunan serta toleransi antar umat beragama. Serta rasa tolong menolong antar masyarakat yang tinggal di Rumah Betang itu.

masyarakat Rumah Betang by comdevkbk

Pulau Siang Hari

Posted on Updated on

Wilayah Indonesia terkenal dengan berbagai keunikan dan keindahan alamnya. Semua harta alam rasanya tak ada yang tak bisa ditemukan di negeri kita tercinta. Selain salju tentunya. Ada salah satu keunikan pulau yang terletak di Bontang, Kalimantan Timur. Pulau ini tanpa penghuni dan hanya bisa didatangi pagi hingga sore hari. Mau tahu kenapa?

Pulau kecil yang memiliki pantai berpasir putih dan dikelilingi air laut yang jernih ini akan hilang saat sore tiba. Bukan karena persoalan mistik melainkan karena gejala alam yang alami. Karena, sore hari adalah saatnya air laut meluap, menghabiskan semua isi pulau yang diberi nama, Segajah ini. Untuk sampai kesana, anda harus menuju ke kabupaten Bontang Kuala terlebih dahulu sebelum menyeberang dengan menggunakan perahu kecil dengan waktu tempuh 20 menit.

https://i0.wp.com/www.sayangi.com/media/k2/items/cache/4834e9723196014d5fd5579337ac3bd4_XL.jpg

Takut kelaparan di tengah pulau tak berpenghuni? Tenang saja, ada tips khusus agar saat menikmati keindahan pulau anda tak diganggu dengan perut yang keroncongan. Jangan lupa makan pagi sebelum berangkat menyebrang ke pulau Segajah sehingga saat sampai di pulau mungil nan indah ini anda bisa menikmati bermain air sepuasnya. Saat telah puas dan perut kembali keroncongan, anda tinggal memungut kerang di permukaan pasir untuk dibawa ke rumah penduduk. Penduduk disana sudah membuka diri pada para wisatawan dengan menyediakan jasa memasak kerang dan membuatnya jadi sambal goreng yang lezat.

Jika suka dan ingin merasakan otentik dan lezatnya bulu babi, anda juga bisa berburu bulu babi yang legendaris dan super mahal jika sudah sampai di atas meja restoran. Maklumlah, bulu babi ini susah sekali diolah sehingga tak banyak restoran yang menyediakan menu masakan ini. (sayangi.com)

Jenglot : Misterinya Indonesia

Posted on Updated on

       Jenglot mungkin adalah sebuah pembahasan yang tidak ada akhirnya,berbagai penelitian telah dilakukan termasuk memeriksa DNA dari jenglot itu sendiri dan hasilnya mungkin cukup mengejutkan struktur DNA Jenglot sama seperti manusia. Konon jenglot yang merupakan pengjelmaan dari batara karang atau bhetara karang ini adalah mahluk yang dapat hidup.
       Mereka banyak diburu dan dicari namun tidak sedikit yang menemukannya secara tidak sengaja.Tidak sedikit yang mencari jenglot untuk dijadikan sebagai jimat penjaga keselamatan namun tak sedikit juga yang merasa khawatir dengan keberadaan jenglot di lingkungannya karena konon jenglot sangat suka menghisap darah manusia.
       Jenglot katanya harus diberi makan darah manusia dan minyak japaron atau bisa juga dengan sesajen kembang tujuh rupa.
Hingga saat ini sejarah asal mula jenglot tidak pernah diketahui dengan jelas,ini masih menjadi spot misteri yang harus dipecahkan.Beberapa versi mengatakan bahwa jenglot adalah penjelmaan dari batara karang.Versi lain mengatakan bahwa sebenarnya jenglot adalah orang yang mempelajari ilmu hitam dan apabila orang tersebut mati maka dia akan menjadi jenglot.Ada juga yang percaya bahwa jenglot adalah jin sehingga dalam memberikan makannya tidak perlu memakai darah manusia,cukup dengan minyak japaron.
Seandainya anda adalah orang yang skeptis dengan keberadaan jenglot dan mitos yang menyertainya maka itu adalah sebuah hal yang wajar karena di zaman seperti ini,orang-orang akan lebih percaya kepada hal yang bersifat logis.Tapi dibalik itu semua,fenomena jenglot yang rambut,gigi dan kukunya bisa memanjang adalah sebuah fakta aneh yang sampai sekarang belum bisa terungkap.
Image
Andaikan jenglot adalah buatan manusia,bagaimana caranya dia menumbuhkan rambut,gigi dan kuku jenglot?Bagaimana anda bisa menjelaskan jenglot yang tiba-tiba ada di rumah anda,misalnya?Apalagi penampakan jenglot konon selalu didahului oleh pertanda mimpi.Bila jenglot tersebut ingin mempunyai tuan maka dia akan datang kepada orang yang cocok dengannya namun bila anda ingin mempunyai jenglot,tampaknya anda harus berburu untuk mendapatkannya.
Sadar atau tidak,selalu ada sisi lain di kehidupan ini.Jenglot akan terus ada mengisi setiap abad di kehidupan masyarakat indonesia.Mungkin kita harus berbangga karena hanya di indonesia jenglot berada.Percaya tidak percaya, jenglot itu ada.Dan itu semua hanya ada di Indonesia (spotmisteri)

TRADISI PUKUL MANYAPU

Posted on Updated on

Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan atraksi unik dari Maluku Tengah yang biasanya dipentaskan di Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Berlangsung setiap 8 syawal (penanggalan Islam) dimana telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh agama Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 8 syawal setelah Idul Fitri.

Tradisi Pukul Manyapu dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Desa Mamala dan Desa Morella. Dipertunjukan oleh pemuda yang dibagi dalam dua kelompok dimana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam berbeda itu akan bertarung satu sama lain. Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau. Pesertanya juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah sapu lidi dari pohon enau dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul adalah dari dada hingga perut.

Jalannya Atraksi

Pukul_Manyapu

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua tangan. Ketika suara suling mulai ditiup sebagai aba-aba pertandingan dimulai kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan sapu lidi. Dimulai dengan kelompok bercelana merah memukul kelompok bercelana hijau atau sebaliknya. Ketika dimulai maka suara cambukan lidi di badan peserta akan terdengar dan darah pun keluar akibat sabetan lidi. Suasana ini akan membuat tubuh Anda bergidik.
Kehebatan dari tradisi pukul manyapu ini adalah bagaimana pesertanya seakan tidak merasa kesakitan walaupun tubuh mereka mengelurkan darah akibat dari sabetan lidi. Akan tetapi, jangan kaitkan itu dengan kekuatan mistis atau gaib, karena para peserta sebenarnya sudah melebur dalam semangat yang telah membenamkan rasa sakit.

tradisi pukul manyapu

Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati lukanya dengan menggunakan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan minyak nyualaing matetu (minyak tasala) dimana mujarab untuk mengobati patah tulang dan luka memar.

Potensi Wisata
Tradisi pukul manyapu merupakan perayaan yang ditunggu-tunggu warga dan wisatawan setiap tahunnya. Anda dapat melihat proses pembuatan pohon enau menjadi sebuah lidi dan juga pengolahan minyak kelapa untuk pengobatan selepas tradisi ini. Selain itu, tradisi ini juga diramaikan dengan permainan rebana, karnaval budaya, dan pertunjukan tari lokal seperti tari putri, tari mahina, dan tari perang. Dikabarkan, desa Mamala dan desa Morella meraup untung dari kedatangan wisatawan baik lokal, regional maupun internasional terutama dari Belanda.

TRADISI NYIRIH

Posted on

Tradisi nyirih mempunyai beberapa manfaat seperti meningkatkan kapasitas bekerja, menimbulkan sensasi panas dalam tubuh dan meningkatkan kewaspadaan. Menyirih juga dilakukan oleh orang-orang kurang mampu untuk menghindari kebosanan dan menekan rasa lapar.

nyirih
Kegiatan menyirih amat sangat banyak dijumpai di daerah jawa dan Nusa Teggara Barat (NTB) . Sebagian besar orang yang gemar menyirih adalah orang-orang lansia atau orang-orang yang sudah berusia lanjut dan orang-orang yang masih menghormati adat-adat atau budaya-budaya warisan leluhur atau nenek moyangnya.

nyirih6

Menyirih biasanya dilakukan untuk mengisi waktu luang mereka, karena mereka beranggapan bahwa dengan menyirih mereka juga bisa menghilangkan beban fikiran yang sedang mereka hadapi, bisa mengganjal rasa lapar, mengusir rasa kejenuhan, dan juga bisa memperkuat gigi mereka. Menyirih juga merupakan hobi bagi mereka.

Setelah mengeluarkan sisa daun sirih dan pinang, rasa yang ditimbulkan di mulut seperti sehabis menggosok gigi. Segar, kesat dan terasa bersih. Ini timbul dari daun sirih yang memiliki sifat alami sebagai antiseptik atau membunuh kuman. Mungkin pada zaman dahulu, nyirih memang digunakan untuk membersihkan mulut sebelum mengenal sikat dan pasta gigi.Sebelum mengenal pasta gigi dan sejenisnya, orang-orang dahulu menggunakan beberapa cara untuk merawat gigi agar tetap sehat dan kuat. Salah satunya dengan nyirih, yang saat ini tradisi tersebut masih dapat kita jumpai didesa-desa walaupun iklan pasta gigi kian menjamu. Namun rasa dan kenikamtan menyirih bagi penikmatnya tidak bisa terganti dengan rayuan iklan-iklan tersebut.

TRADISI ADU BETIS

Posted on

Adu Betis atau dikenal dengan sebutan Mappalanca memang sebuah permainan rakyat yang telah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Sulawesi Selatan tepatnya di Moncongloe, Kabupaten Maros setiap masa panen tiba. Tradisi adu betis memang tradisi yang menarik untuk disaksikan. Setiap pria saling unjuk kekuatan dengan mengadu betis mereka. Baik tua maupun muda ikut berpartisipasi dalam tradisi ini. Sorak-sorai penonton semakin memeriahkan suasana kegembiraan pasca panen ini.

Uniknya, tradisi ini diadakan di tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat. Sebuah pemakaman keramat yang letaknya agak jauh dari pemukiman penduduk dijadikan lokasi dilaksanakannya tradisi ini. Makam yang terletak di sebuah bangunan dan ditumbuhi pohon-pohon ini dipercaya sebagai makam Gallarang Monconloe yakni leluhur desa sekaligus paman dari Raja Gowa Sultan Alaudin.

adu betis

Tradisi adu betis biasa dilakukan pada Agustus bertepatan dengan masa panen dan pesta tahunan Agustusan (Perayaan Hut Kemerdekaan RI). Pada dasarnya, tradisi ini menjadi bagian dari serangkaian pesta tahunan untuk merayakan masa panen. Dalam tradisi ini juga terdapat upacara tumbuk padi (akdengka ase lolo) dan sepak takraw (paraga).

Pesta Tahunan ini merupakan acara akbar. Oleh karenanya pelaksanaannya pun diorganisir oleh sebuah kepanitiaan dengan melibatkan seluruh penduruk. Pendanaan pun dilakukan secara bergotong royong dengan mengumpulkan gabah dan uang. Hal ini juga menjadi cerminan dari nilai-nilai bangsa Indonesia.

Adu betis dimulai secara berkelompok. Para pria membentuk sebuah lingkaran besar, sementara para penonton menyaksikan di tepian arena. Setelah aba-aba diberikan, para pria tadi saling menendangkan betis mereka sebagai bentuk adu kekuatan. Tidak ada pemenang dalam tradisi ini. Nilai patriotisme serta kebersamaan lebih ditonjolkan dalam adu betis ini.

Adu betis merupakan salah satu dari beragam kebudayaan Indonesia yang terbilang unik. Selain keunikannya, tradisi adu betis terus dilaksanakan dari tahun ke tahun demi mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai kebersamaan, solidaritas dan patriotisme merupakan kearifan lokal yang berusaha dipertahankan melalui tradisi adu betis ini.

MENGENAL BATIK PAPUA

Posted on Updated on

Batik, suatu jenis motif pada pakaian yang telah menjadi ikon Bangsa Indonesia. Pastinya, batik sendiri dikaitkan dengan daerah-daerah tradisional lan berbudi halus seperti Yogyakarta, Solo, dan Bali. Daerah-daerah ini sudah terkenal dengan batiknya. Namun, ternyata daerah lain tidak mau kalah dalam hal menciptakan batik daerahnya. Kini, tiap provinsi di Indonesia memiliki batik khas tersendiri dengan pola yang berbeda.

Bagaimana dengan Batik Papua? Mungkin Batik Papua terdengar asing ataupun lucu. Dengan kondisi Papua yang beragam dan hidup mereka mampu menciptakan motif tersendiri. Motif Batik Papua diantaranya motif hewan asli (cenderawasih), sosiologi, geografi, maupun gambaran kehidupan di Papua. Motif itulah yang membuat Batik Papua lebih hidup. Dan pastinya tidak kalah dengan batik Yogya.

Beberapa Motif pada Batik Papua :

bermanja

Gambaran suku Papua dan Tifa pada motif batik Papua. by traveltextonline

Image

Motif cenderawasih, Tifa, tameng, dan rumah adat Papua


sisisi

Motif masyarakat pedalaman Papua by travel.detik.com

Motif cenderawasih, senjata tradisional, dan rumah adat Papua

TRADISI NGAYAU

Posted on Updated on

Tradisi Ngayau seringkali menjadi cerita yang membuat wisatawan penasaran dengan Kalimantan Tengah. Tradisi ini dilakukan oleh Suku Dayak Tomun di Desa Bakonsu, Lamandau. Ngayau sendiri dikenal sebagai salah satu ritual Dayak Tomun yang membuat orang merinding.

Ritual ini biasanya dilakukan, apabila ada orang dari Suku Dayak Tomun meninggal dunia. Dari situ, keturunan laki-lakinya akan melakukan upacara adat untuk keluar dari kampung, guna mencari tumbal berupa kepala manusia. Kepala tersebut akan dipersembahkan kepada jasad orang tuanya yang meninggal itu.

ngayau2

Anda tidak perlu takut. Sesuai dengan kemajuan zaman, tardisi ini sudah tidak dilakukan lagi. Lagi pula, ritual tersebut dinilai tidak sesuai peraturan pemerintah. Untuk membuktikan kalau tradisi Ngayau pernah terjadi, di Rumbang Bulin, rumah adat Dayak Tomun yang ada di Desa Bakonsu memiliki arsitektur rumah panggung yang panjang dan tinggi.

Selain itu, rumah ini memiliki tangga yang dapat dilepas dan disimpan guna kewaspadaan keluarga di rumah tersebut dari kayau atau orang yang melakukan ritual Ngayau. Di bagian depan Rumbang Bulin ini juga terdapat Sandung yaitu prasasti yang di atasnya masih tersimpan tengkorak kepala manusia korban ritual Ngayau.